Kejaksaan Agung Tetapkan Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

indomedia.co - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan tujuh tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, sub holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Tahun 2018-2023, termasuk Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Riva Siahaan bersama enam tersangka lainnya kemudian ditahan pada Senin, 24 Februari 2025.
Dilansir dari situs resmi Kejagung, Selasa, 25 Februari 2025, penyidikan perkara tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-59/F.2/Fd.2/10/2024 tanggal 24 Oktober 2024 jo Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-98a/F.2/Fd.2/12/2024 tanggal 16 Desember 2024 jo Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-01a/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 6 Januari 2025 jo Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-22a/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 15 Februari 2025.
Berdasarkan perkembangan penyidikan, tim penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara bahwa telah terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dari adanya alat bukti cukup, yakni pemeriksaan saksi sebanyak 96 orang, pemeriksaan terhadap dua orang ahli, penyitaan terhadap 969 dokumen, serta penyitaan terhadap 45 barang bukti elektronik.
Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, tim penyidik menetapkan tujuh orang tersangka termasuk Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan telah dinyatakan sehat, tim penyidik kemudian melakukan penahanan terhadap tujuh tersangka selama 20 hari ke depan. Penahanan Riva Siahaan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-14/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025. Tersangka Riva Siahaan ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung
Baca: Kejaksaan Agung Tetapkan Tujuh Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina
Adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu dalam periode 2018-2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan Oertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari Kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi. Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
Namun berdasarkan fakta penyidikan, tersangka Riva Siahaan, tersangka SDS, dan tersangka AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimasi hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.
Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut. Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS. Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang, faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah serta dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.
Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan ke luar negeri (ekspor).
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi.
Untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara penyelenggara negara, termasuk tersangka Riva Siahaan, bersama DMUT/broker (tersangka MK, tersangka DW, dan tersangka GRJ) sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Pemufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (spot) yang tidak memenuhi persyaratan dengan cara tersangka Riva Siahaan, tersangka SDS, dan tersangka AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Tersangka DM dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari Tersangka RS untuk impor produk kilang.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92, dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13 persen hingga 15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) bahan bakar minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN.
Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, yang bersumber dari komponen sebagai berikut. Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun. Kerugian impor BBM melalui DMUT/broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***
Baca berita dan artikel Indomedia.co lainnya di Google News
Ikuti berita dan artikel lainnya di Saluran WhatsApp Indomedia.co

Borong 14 Penghargaan ENSIA 2025, Pertamina Patra Niaga Sumbagut Konsisten Hadirkan Inovasi Berkelanjutan

Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Tambah Pasokan LPG 3 Kg di Libur Maulid Nabi

Pertamina Patra Niaga FT Pematang Siantar Dukung Wisata Edukasi Konservasi Gajah di Aek Nauli

Penanganan Korupsi Aerosport Mimika Profesional dan Sesuai Ketentuan Hukum

Tim KPK Masih di Sumut, Sekarang Bergerak ke Balai Jalan
