Mahasiswa Sumut Sepakat Tolak Politik Dinasti dan Tolak Pilih Pemimpin Pelanggar HAM
Suwardi Sinaga - Jumat, 01 Desember 2023 18:43 WIB
Mimbar Bebas Mahasiswa di Lapangan Reformasi Kampus Universitas Katolik Santo Thomas, Jalan Setia Budi No 479, Tanjung Sari, Medan, Kamis, 30 November 2023.
indomedia.co - Menangkap keresahan rakyat Indonesia saat ini, mahasiswa di Sumatera Utara berikrar sembari menegaskan tolak politik dinasti yang dianggap merusak demokrasi.
Pesan itu disampaikan ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Kota Medan, lewat aksi Mimbar Bebas Mahasiswa bertajuk Kami Ada Untuk Selamatkan Demokrasi di Lapangan Reformasi Kampus Universitas Katolik Santo Thomas, Jalan Setia Budi No 479, Tanjung Sari, Medan, Kamis, 30 November 2023.
Selain politik dinasti, mereka menolak tegas memilih calon presiden yang diduga sebagai pelanggar hak asasi manusia (HAM). Orasi dilakukan secara maraton, mulai dari Rektor Unika Santo Thomas, aktivis mahasiswa, akademisi hingga budayawan.
Para orator mengkritisi kondisi politik dan demokrasi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) saat dipimpin Anwar Usman yang mengubah syarat pencapresan.
Mereka juga mengecam putusan MK yang mengubah syarat pencapresan, di mana membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
"Negeri ini dibangun untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan untuk satu orang. Bukan untuk satu keluarga. Dan kita seharusnya adalah generasi penikmati demokrasi untuk lima hingga 15 tahun mendatang. Tapi sekarang ini sudah dirusak kawan-kawan," ujar Ibnu Arsib Ritonga, mewakili mahasiswa.
Dalam orasinya, Ibnu mengajak elemen mahasiswa di Sumut menolak tegas politik dinasti. Kata dia, demokrasi bukan sekadar berbicara soal pemilihan umum. Melainkan amanah dari konstitusi lewat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
"Mungkin teman-teman belum merasakan situasi keadaan kita. Sadar tidak sadar pembodohan terjadi di mana-mana melalui berbagai 'ilmu' politik. Strategi 16 November 2023, saya masih ingat melihat siaran langsung melalui Youtube putusan Mahkamah Konstitusi No 90 Tahun 2023. Mungkin kawan-kawan yang bukan hukum gak ada dampaknya. Teman-teman yang hukum pasti tahu apa permasalahannya," kata mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Sumatera Utara itu.
"Teman-teman, tau gak apa julukan Amerika? Negeri Amerika? Negeri Paman... Negeri Paman... Sam. Jangan sampai Indonesia menjadi negeri Paman Usman," sambung pria berkacamata tersebut.
Mewakili akademisi, Dadang Darmawan Pasaribu, menyerukan bahwa alasan berbagai elemen mahasiswa Sumut hadir dalam mimbar kerakyatan ini, dikarenakan Indonesia sedang butuh reformasi di segala aspek.
"Kenapa kita hadir di sini, ini pertanyaan besarnya. Saya percaya teman-teman datang ke sini dengan kesadaran bukan diajak. Negeri kita hari ini butuh reformasi. Sebab kita banyak kegelisahan hari ini," katanya.
Kegelisahan pertama, sebut dia, soal ideologi yakni Pancasila. Kedua, soal ekonomi. Sesuai konsep Presiden Sukarno, ekonomi yang berdikari dan gotong royong. Lalu ketiga soal sosial budaya.
"Bangsa ini mau dipecah belah, sesama bangsa sesama suku. Kita hari ini bukan makin kuat tetapi makin lemah. Hari ini demokrasi kita dibajak segelintir orang. Ditumpangi segelintir orang. Dibunuh segelintir orang. Adakah hari ini kita menempatkan pondasi Pancasila itu di depan. Pancasila sudah tidak ada teman-teman. Sudah terkubur," tegasnya dan disambut teriakan setuju para mahasiswa.
"Hari ini kitalah yang membangkitkan nilai-nilai Pancasila. Apakah kawan-kawan masih bersedia melanjutkan demokrasi? Kita hari ini merenungkan ibu pertiwi sedang menangis. Tugas kita masih banyak di depan yang belum selesai sampai hari ini. Jangan cengeng kata orang Medan," imbuh Dadang.
Dadang menjelaskan politik dinasti umumnya dianut oleh negara-negara bersistem kerajaan. Menurutnya tidak ada masalah dengan sistem tersebut dan itu merupakan pilihan dari negara yang bersangkutan.
"Tapi kita memilih sistem politik demokrasi Pancasila. Dan hari ini demokrasi kita dibajak menjadi demokrasi dinasti. Kita tidak benci anak kita jadi pemimpin. Paman kita jadi pemimpin. Tetapi jangan untuk kepentingan sesaat. Jangan untuk kepentingan kelompok. Kita tolak dinasti untuk melanggengkan kekuasaan melalui seluruh perangkat hukum yang ada, dan semua ditabrak. Itu yang tidak boleh," tegasnya.
Pilpres 14 Februari 2024 tentu sangat menentukan untuk kehidupan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Diharapnya agar presiden terpilih nanti memang diinginkan ibu pertiwi. Pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan keadaban yang luhur.
"Bukan nilai-nilai kebiadaban. Ingat teman-teman pada saatnya nanti jangan pilih pemimpin yang punya dosa membunuh mahasiswa pada 1998. Kami sudah berakhir dan menitipkan reformasi demokrasi ini kepada teman-teman untuk tumbangkan New Orde Baru. Karena masa depan adalah milik teman-teman," pungkasnya.
Rektor Unika St Thomas Prof Maidin Gultom sebelumnya mengatakan demokrasi merupakan fondasi bangsa yang harus dijaga bersama. Bahkan, bertindak untuk menyelamatkan nilai-nilai demokrasi yang menjadi ciri khas kehidupan Indonesia sebagai bangsa. Demokrasi tidak hanya pemilihan umum saja, tapi tentang partisipasi aktif kebebasan berekspresi.
"Jadikan mimbar kerakyatan ini sebagai wadah kita untuk bersuara menyampaikan pendapat dan menjadi agen perubahan yang konstruktif," ujarnya.
Di tengah tantangan new zaman, ia menegaskan, sebagai akademisi memiliki tanggung jawab yang besar untuk tidak hanya sebagai saksi tapi juga pelaku dalam membangun demokrasi yang sehat dan kuat.
"Kehadiran mahasiswa di sini merupakan bukti kesadaran akan peran kita dalam menyelamatkan demokrasi dari berbagai ancaman," ungkapnya.
Lebih lanjut, Maidin Gultom, menyebutkan Unika St Thomas sebagai komunitas akademik memiliki kekuatan besar untuk membentuk opini, memberikan pemahaman yang mendalam dan membimbing generasi muda menjadi pemimpin masa depan yang demokratis dan bertanggung jawab.
"Mari kita sama-sama menjalankan peran ini dengan penuh kesadaran dan komitmen. Kita juga tak mau terlena dengan perkembangan zaman. Kita harus tetap waspada terhadap upaya-upaya yang dapat melemahkan nilai-nilai demokrasi," harapnya.
Ia menuturkan, mimbar bebas mahasiswa ini juga merupakan panggilan untuk bersama-sama melawan ancaman bentuk demokrasi toleransi dan ketidakadilan.
"Saya mengajak semua untuk merenung sejenak tentang arti penting demokrasi. Mari kita galang kebersamaan dan jadikan intervensi ini sebagai momentum untuk memerkokoh ikatan kita sebagai akademisi yang berkomitmen kepada demokrasi dengan pikiran rasional, objektif dan tidak boleh ada kekerasan fisik maupun kekerasan psikis," pungkasnya.
Mimbar Bebas Mahasiswa ini turut diisi orasi dari budayawan yang juga wartawan senior, Idris Pasaribu lewat pembacaan puisi, musikalisasi puisi dari mahasiswa, koor, pertunjukan UKM Musik Unika St Thomas, dan pembacaan ikrar untuk tetap menjaga demokrasi di Indonesia.
Mahasiswa yang hadir turut membentang poster-poster antara lain bertulis "Sakit Kalah Parlay...Lebih Sakit Putusan MK", "MK Lagi Sakit" dan "Ubah UU untuk Anak". Sebagian dari mereka bahkan terlihat mengenakan topeng. (***)
Baca berita dan artikel Indomedia.co lainnya di Google News
Editor
: Suwardi Sinaga
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Satika Simamora Edukasi Masyarakat: Jangan Mau Disesatkan, Tidak Ada Politik Dinasti, Bupati Dipilih Langsung
Elemen Pemuda dan Masyarakat Sumut Tolak Politik Dinasti
Komentar