SMRC: Pascadeklarasi Anies-Muhaimin, Suara PKB di Jatim Menurun
Suwardi Sinaga - Kamis, 05 Oktober 2023 19:18 WIB
Efek ekor jas Anies-Muhaimin di Jatim.
indomedia.co - Pascadeklarasi Capres-Cawapres Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, belum ada efek positif perolehan suara partai-partai pendukungnya di Jawa Timur. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendapatkan suara 17,8 persen, Nasional Demokrat (Nasdem) 3,5 persen, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 1 persen. Perolehan suara partai-partai ini di bawah hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Demikian temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 2-11 September 2023. Hasil survei ini disampaikan pendiri SMRC Saiful Mujani dalam program Bedah Politik bersama Saiful Mujani episode Efek Ekor Jas Anies-Muhaimin di Jatim yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV, Kamis, 5 Oktober 2023.
Saiful menjelaskan bahwa sejauh ini PKB selalu menjadi kekuatan besar di Jatim. PKB pernah menjadi nomor satu di Jatim di pemilu awal reformasi 1999 dan Pemilu 2004. Di Pemilu 2019, mereka mendapatkan suara terbanyak kedua setelah PDIP dengan selisih suara yang tidak banyak. Artinya, PKB memang kuat di Jawa Timur. Karena itu, menurut Saiful, jika berharap PKB lebih kuat lagi menjelang Pemilu 2024, hal itu ada dasarnya, karena selama ini PKB memang kuat di Jatim.
"Karena itu deklarasi di mana Ketua Umum PKB menjadi calon wakil presiden, diharapkan ada efek ekor jas dari sana karena tokoh utamanya menjadi banyak dibicarakan. Kalau di Jawa Timur saja tidak mengalami kemajuan, efek deklarasi tersebut pada PKB di daerah lain mungkin juga tidak bisa diharapkan," jelas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut.
Dalam survei nasional SMRC pada 2-11 September 2023, perolehan suara partai khusus di Jatim, PDIP mendapatkan suara 22,2 persen, PKB 17,8 persen, Gerindra 11.6 persen, Demokrat 6,3 persen, PPP 4,6 persen, Nasdem 3,5 persen, PAN 1,1 persen, PKS 1 persen, partai-partai lain di bawah satu persen, dan masih ada 21,6 persen belum menjawab.
Suara PDIP baik dibanding perolehan suara 2019, dari 19,9 persen 2019 menjadi 22,2 persen di survei September 2023. Sementara PKB turun dari 18,5 persen menjadi 17,8 persen; Gerindra naik dari 10,6 persen menjadi 11,6 persen; Golkar turun dari 10,2 menjadi 6,4 persen; Demokrat turun dari 8,8 menjadi 6,3 persen; PPP turun dari 5,6 menjadi 4,6 persen; Nasdem turun dari 10,3 menjadi 3,5 persen; PAN turun dari 5,4 menjadi 1,1 persen; dan PKS turun dari 3,8 menjadi 1 persen.
Saiful menyoroti penurunan suara Partai Nasdem yang merupakan salah satu pendukung deklarasi Anies-Muhaimin. Partai ini menurun dari 10,3 persen di 2019 menjadi 3,5 persen. Saiful menduga kemungkinan sebagian suara Nasdem tersebut menunda pilihan. Dia menyatakan bahwa jika asumsinya sebagian pemilih Nasdem pindah ke partai lain, mestinya ada partai lain yang menguat, dan ternyata tidak ada.
Belum Ada Efek Ekor Jas
Saiful menyimpulkan bahwa data ini secara keseluruhan menunjukkan tidak ada atau belum ada efek ekor jas deklarasi Anies-Muhaimin terhadap partai-partai pendukung mereka di Jatim.
"Saya melihat deklarasi Anies-Muhaimin tidak (belum) punya coattail effect atau efek ekor jas pada partai-partai pendukung mereka dan itu di Jawa Timur yang merupakan basis Muhaimin Iskandar," jelasnya.
Saiful melanjutkan bahwa PKB memiliki basis di Jatim dan deklarasi Anies-Muhaimin juga dilakukan di Jatim, mestinya efek pertama dari deklarasi itu akan terlihat di Jatim. Dia melihat kemungkin itu terjadi karena dukungan PKB pada Anies adalah keputusan elite. Dalam tradisi politik di Indonesia, jelasnya, keputusan elite sering tidak dikonsultasikan pada konstituen.
Mereka (elite) sering mengambil keputusan sendiri dengan harapan konstituen mengikuti atau menyesuaikan diri dengan keputusan elitenya. Sementara di negara yang sudah mapan, lanjutnya, keputusan elite biasanya dikonsultasikan dengan konstituen. Pencalonan presiden, misalnya, mestinya melalui mekanisme dari bawah, misalnya melalui konvensi. Namun yang terjadi di Indonesia, misalnya dalam kasus pasangan Anies-Muhaimin, pasangan ini secara tiba-tiba diputuskan dan membuat banyak orang terkejut.
"Tradisinya selama ini di Jawa Timur, massa PKB adalah pemilih Joko Widodo. Karena itu, imajinasi umumnya pemilih PKB adalah akan memilih calon yang relatif dekat dengan Jokowi. Sejauh ini, dalam persepsi pemilih, Anies bukan tokoh yang dianggap dekat dengan Jokowi. Pasangan Anies-Muhaimin, kata Saiful, adalah sesuatu yang baru yang membutuhkan sosialisasi dan argumen untuk meyakinkan pemilih mengapa keputusan pasangan itu dibuat," jelasnya.
Menurut Saiful, hal yang sama dengan Muhaimin Iskandar yang sebelumnya disosialisasikan sebagai calon presiden. Namun kemudian diputuskan menjadi calon wakil presiden. Bahkan menjadi cawapres pun sebelumnya disosialisasikan akan mendampinya Prabowo, namun sekarang diputuskan menjadi Cawapres Anies dalam waktu yang relatif cepat. Karena itu, lanjutnya, wajar jika masyarakat di tingkat bawah belum begitu mengetahui tentang hal ini. Mungkin juga warga belum mengerti kenapa keputusan pasangan tersebut diambil.
"Ini menjadi tantangan pada elite PKB atau elite pasangan Anies-Muhaimin untuk menjelaskan pada konstituennya," jelas Saiful.
Namun, Saiful menegaskan, kalau hanya berharap pada konstituen PKB yang ada selama ini, hal tersebut terlalu konservatif untuk mendapatkan dukungan besar pada pasangan Anies-Muhaimin. Karena tidak ada satu kekuatan partai yang mayoritas di wilayah mana pun, termasuk di Jawa Timur. Karena itu, tantangannya ada dua menurut Saiful. Pertama, meyakinkan konstituen PKB sendiri. Kedua, menjelaskan pada pemilih di luar PKB. Dia menduga kemungkinan menjelaskan pada massa di luar PKB atau partai pendukung Anies-Muhaimin tersebut akan lebih berat.
"Jadi kenapa sampai saat ini tidak terlihat efek ekor jasnya karena proses pengambilan keputusan tersebut (untuk memasangkan Anies dengan Muhaimin) tidak cukup bottom up. Mekanisme mendengarkan aspirasi pemilih diabaikan atau kurang dipertimbangkan sebagai faktor yang sangat penting dalam pengambilan keputusan politik," pungkasnya.
Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia di Jawa Timur yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (multistage random sampling) 180 responden. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 150 atau 83 persen. Sebanyak 150 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar lebih kurang 8,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 2-11 September 2023. (***)
Baca berita dan artikel Indomedia.co lainnya di Google News
Editor
: Suwardi Sinaga
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Quick Count SMRC: Ahmad Luthfi-Taj Yasin Unggul di Jawa Tengah
Quick Count SMRC: Pramono Anung-Rano Karno Unggul di Jakarta
Mensos Gus Ipul Mohon Arahan Menko Cak Imin
Alhamdulillah Wasyukrulillah, Anak Cak Imin Egalita Azzahra Lulus Sarjana Kedokteran UI
Marwan Dasopang PKB Ketua Komisi VIII DPR RI
Anggia Erma Rini PKB Ketua Komisi VI DPR RI
Komentar