Nilai Investasi Pabrik AirTag Apple di Batam Diperkirakan Hanya USD200 Juta
Suwardi Sinaga - Jumat, 24 Januari 2025 10:43 WIB

Kemenperin
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif.
indomedia.co -Apple berencana membangun pabrik di Batam untuk memproduksi AirTag, aksesoris iPhone, dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai USD1 miliar. Pabrik tersebut diharapkan dapat memenuhi sekitar 60 persen kebutuhan AirTag global dan mulai beroperasi pada Tahun 2026. Fasilitas produksi ini diperkirakan akan menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja.
Namun, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan bahwa nilai investasi yang sebenarnya jauh lebih kecil dari yang diajukan Apple.
"Berdasarkan penilaian teknokratis kami, nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya sekitar USD200 juta. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka investasi USD1 miliar yang diajukan Apple dalam proposal mereka kepada kami," ujar Febri di Jakarta pada Rabu, 22 Januari 2025.
Menurut perhitungan Kemenperin, komponen yang melibatkan proyeksi ekspor dan pembelian bahan baku tidak dapat dimasukkan dalam penghitungan capital expenditure (capex) investasi. Nilai investasi dihitung hanya berdasarkan capex yang mencakup pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi produksi. Dengan memasukkan proyeksi ekspor dan pembelian bahan baku dalam perhitungan investasi, angka tersebut menjadi terkesan lebih besar, padahal nilai riilnya hanya USD200 juta.
"Jika investasi Apple sebesar USD1 miliar itu benar-benar dialokasikan untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu akan lebih baik lagi. Bayangkan, jumlah tenaga kerja yang bisa diserap jika nilai investasinya mencapai USD1 miliar pasti jauh lebih besar," tambah Febri.
Febri juga menjelaskan bahwa dalam negosiasi pada 7 Januari 2025, Apple sempat bertanya apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku termasuk dalam capex. Tim negosiasi Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa kedua komponen tersebut tidak termasuk dalam capex.
Sanksi bagi Apple
Terkait dengan investasi Apple pada periode 2020-2023, Kemenperin juga mencatat bahwa Apple belum sepenuhnya mematuhi ketentuan yang tertuang dalam Permenperin No 29 Tahun 2017, yang memberikan fasilitas bagi perusahaan untuk menjual produknya di Indonesia. Apple mengakui adanya utang komitmen investasi senilai USD10 juta yang jatuh tempo pada Juni 2023.
Berdasarkan regulasi tersebut, ketidakpatuhan dapat berpotensi menimbulkan sanksi, termasuk penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, atau bahkan pencabutan sertifikat TKDN HKT yang dapat menyebabkan produk Apple tidak dapat diperdagangkan di Indonesia.
Febri menjelaskan bahwa dari tiga opsi sanksi yang ada, Kemenperin memilih sanksi paling ringan, yaitu penambahan modal investasi pada periode 2024-2026. "Kami memberikan sanksi yang lebih ringan untuk memudahkan Apple segera membangun fasilitas produksi HKT di Indonesia. Namun, jika mereka belum mematuhi kewajiban, kami akan mempertimbangkan sanksi yang lebih berat," tegas Febri.
Hingga saat ini, Kemenperin belum menerima revisi proposal dari Apple terkait investasi tersebut, dengan alasan bahwa Apple masih memerlukan waktu untuk merevisinya. Akibatnya, sertifikat TKDN untuk produk HKT Apple, termasuk iPhone 16 series, belum bisa dikeluarkan. Tanpa sertifikat TKDN, produk-produk HKT Apple tidak dapat diperdagangkan di Indonesia.
Kemampuan Apple Membangun Fasilitas di Indonesia
Febri menyatakan bahwa tidak ada halangan bagi Apple untuk membangun fasilitas produksi di Indonesia. Apple memiliki kemampuan finansial yang kuat dan pengaruh besar untuk mendatangkan pemasok dari Global Value Chain (GVC) ke Indonesia. Selain itu, iklim bisnis yang kondusif, kualitas sumber daya manusia (SDM), dan ekosistem teknologi tinggi di Indonesia juga menjadi daya tarik bagi Apple.
"Hal-hal yang menghambat Apple membangun fasilitas produksi di Indonesia hanyalah klaim hipotetis yang diajukan oleh pihak-pihak tertentu, termasuk para pengamat. Dalam negosiasi, pihak Apple menyatakan bahwa mereka membutuhkan waktu untuk membangun fasilitas produksi HKT dan membawa GVC mereka ke Indonesia," ujar Febri.
Kemenperin juga menyayangkan pandangan yang menyebutkan bahwa Apple tidak berinvestasi di Indonesia karena birokrasi yang rumit atau kualitas SDM yang rendah. Menurut Febri, Apple sudah berbisnis di Indonesia sejak 2017 dengan fasilitas investasi yang diatur dalam Permenperin No 29 Tahun 2017.
"Kami tidak menerima keluhan dari Apple terkait birokrasi dan regulasi di Indonesia hingga saat ini," katanya.
Febri juga menjelaskan bahwa banyak investor yang sudah membangun ekosistem industri berteknologi tinggi di Indonesia, yang membuktikan bahwa ekosistem tersebut sudah tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh perusahaan teknologi global seperti Apple.
Terkait dengan anggapan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia sebagai faktor penghambat, Febri menyatakan bahwa hal itu sulit diterima. Ia menegaskan bahwa jika kualitas SDM yang terlibat dalam produksi produk teknologi tinggi seperti HKT dijadikan tolok ukur, banyak lulusan perguruan tinggi terbaik di Indonesia, terutama di bidang teknologi informasi, yang sangat kompeten untuk mendukung fasilitas produksi Apple di Indonesia.
"Kualitas SDM di Indonesia sangat memadai dan menarik bagi investor asing, termasuk Apple," pungkas Febri. ***
Baca berita dan artikel Indomedia.co lainnya di Google News
Ikuti berita dan artikel lainnya di Saluran WhatsApp Indomedia.co
Editor
: Suwardi Sinaga
SHARE:
Tags
Berita Terkait

Investasi Manufaktur Capai Rp721 Triliun pada 2024

Indeks Kepercayaan Industri Meningkat Januari 2025

Indonesia-Korea Selatan Kerja Sama Percepat Industri 4.0 Sektor Manufaktur

Kebijakan HGBT Bagi Sektor Industri Diperpanjang Tahun Ini

Kemenperin Bangun Pusat Flavor dan Fragrance Minyak Atsiri di Bali

Boeing Diminta Bikin Pabrik Komponen di Indonesia
Komentar