Perlindungan Hukum Terhadap Direksi BUMN/BUMND atas Pengelolaan Perusahaan
Redaksi - Minggu, 05 Januari 2025 15:12 WIB
Dr Hasrul Benny Harahap SH MHum.
Oleh: Dr Hasrul Benny Harahap SH MHum
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, perusahaan yang bernaung di bawah Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah menjadi sasaran tembak lembaga negara bidang hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian RI, dan Kejaksaan RI.
Penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi menjadikan sejumlah oknum pejabat di BUMN/BUMND terperiksa atas pengelolaan operasional perusahaan. Bahkan dijadikan tersangka atas dugaan korupsi dan harus menjalani hukuman berdasarkan putusan pengadilan.
Dari beberapa peristiwa penanganan korupsi yang ditangani aparat penegakan hukum (APH) ini, menejemen perusahaan dalam hal ini direktur/direksi perusahaan menjadi pihak yang turut terseret dimintai pertanggungjawabannya dalam proses penyidikan yang dilakukan APH.
Dalam praktiknya, marak terjadi Direksi BUMN/BUMD yang notabene memiliki tugas dan wewenang untuk menjalankan pengurusan perusahaan justru terjerat permasalahan hukum akibat dari keputusan atau kebijakan yang dibuatnya.
Kejadian tersebut menggambarkan betapa suatu keputusan yang diambil oleh direksi selaku organ perseroan merupakan hal yang sangat krusial. Kemudian apabila ternyata keputusannya justru membawa kerugian pada perseroan, tak jarang direksi dituntut secara pribadi oleh aparat penegak hukum, baik dalam ranah pidana umumu, korupsi maupun perdata.
Dalam konsep business judgment rule, Direksi BUMN/BUMND tidak dapat dibebankan tanggung jawab secara hukum atas keputusan yang diambilnya meskipun keputusan itu menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan ditemukan ada unsur kerugian keuangan negara.
Business judgment rule yang diimplementasikan sejumlah direksi pada perusahaan pelat merah. Seharusnya, kebijakan business judgment rule memberikan perlindungan kepada direksi yang mengambil keputusan-keputusan bisnis agar terlindung dari tuntutan hukum atas akibat dari pengambilan keputusan bisnis.
Sejatinya dalam dunia bisnis, tidak ada satu pun pihak yang menginginkan datangnya kerugian. Namun terkadang hal-hal yang terjadi di lapangan begitu dinamis dan sulit untuk diprediksi, sehingga ide bisnis dan keputusan yang semula dipercaya akan mendatangkan laba justru menunjukkan hasil sebaliknya.
Di Indonesia, konsep business judgement rule terhadap direksi diadopsi dalam Pasal 97 ayat (5) UU PT yang selengkapnya berbunyi, anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Kemudian, telah melakukan pengelolaan perusahaan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan perusahaan yang mengakibatkan kerugian, dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Syarat di atas pada hakikatnya menjadi dasar untuk dapat diterapkannya doktrin business judgement rule dalam suatu pembelaan bagi direksi. Perlu digarisbawahi, direksi tidak dapat berlindung di bawah prinsip business judgement rule apabila keputusan yang diambilnya ternyata mengandung unsur-unsur fraud, conflict of interest, illegality, dan gross negligence.
Pada hakikatnya prinsip business judgement rule memberi proteksi hukum bagi direksi yang beriktikad baik agar dapat menjalankan kegiatan usaha perseroan dengan leluasa. Perlindungan hukum semacam ini merupakan solusi terbaik untuk menjawab kekhawatiran setiap direksi yang ingin berinovasi dan mengambil peluang di atas ketidakpastian iklim bisnis, namun khawatir dengan risiko tuntutan hukum.
Apabila setiap direksi dapat dituntut tanggung jawab secara pribadi atas setiap kerugian bisnis yang timbul tanpa diberikan upaya pembelaan, bisa jadi tidak akan ada direksi yang berani melangkah mengambil keputusan bisnis. Akibatnya, akan menghambat pertumbuhan perseroan dan menjadikan diam di tempat (stagnant). Dampak lebih luasnya adalah terhambatnya pergerakan ekonomi nasional.
Di Indonesia, sayangnya belum ada keseragaman pemahaman bagi para penegak hukum terkait penerapan doktrin business judgement rule. Meskipun Pasal 97 ayat (5) UU PT telah memberikan syarat penerapan business judgement rule, namun tidak menjelaskan tolak ukur pemenuhan masing-masing ketentuan. Dalam hal ini, tentunya hukum akan ditentukan dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Tak dapat dipungkiri, kelangsungan dan keberhasilan suatu perusahaan akan sangat bergantung pada kualitas direksi dalam menggerakkan roda perusahaan. Direksi dituntut untuk dapat memajukan perusahaan agar selalu bertumbuh dan mampu bersaing dengan para kompetitor, sehingga dapat bertahan, unggul, dan berkualitas. ***
Baca berita dan artikel Indomedia.co lainnya di Google News
Ikuti berita dan artikel lainnya di Saluran WhatsApp Indomedia.co
Tulisan ini adalah isi dari Disertasi Promosi Doktoral Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Penulis adalah advokat senior, praktisi hukum, tinggal di Medan
Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Hasrul Benny Harahap Pengacara Tangguh Pejuang Keadilan Raih Gelar Doktor
Kementerian BUMN Dukung Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
KAI Logistik Raih Penghargaan Best BUMN Awards 2024
Propernas Buka Ruang Bagi Pengusaha Sumut Berinvestasi di Kota Mandiri Bekala
Open House Cluster Alyxia Kota Mandiri Bekala, Berikan Potongan Harga Hingga Rp 2 Juta
Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Salurkan 127 Hewan Kurban Pada Momen Idul Adha 1445 Hijriah
Komentar